03 Apr 2024

Pentingnya Wajib SIM B bagi Supir Truk untuk Keselamatan Berkendara

Share

Total 7 kendaraan rusak tepat saat hendak menuju keluar Gerbang Tol Halim Perdanakusuma, Jakarta, akibat hantaman sebuah truk. Yang disayangkan, pada peristiwa yang terjadi tanggal 27 Maret 2024 pagi lalu tersebut, truk ternyata diketahui dikemudikan oleh seorang remaja yang berusia 18 tahun.

Tentu hal ini menjadi sebuah pelanggaran terhadap keselamatan berkendara bersama. Sebab, sebuah truk seharusnya baru boleh dikemudikan oleh seorang pengemudi atau supir yang memiliki SIM B. Sementara itu, SIM B baru bisa diperoleh pada usia 20 tahun.

Bahkan, memiliki SIM B pun tidak hanya didasari pada usia. Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 ayat 6, SIM atau surat izin mengemudi B baru bisa diperoleh jika pengemudi sudah memiliki SIM A sekurang-kurangnya selama 12 (dua belas) bulan atau satu tahun.

Dari paparan ini bisa dipahami bahwa memiliki SIM B pun tidak bersifat langsung. Dibutuhkan masa pembiasaan dalam mengendarai kendaraan penumpang roda empat selama satu tahun sebelum akhirnya bisa mengendarai sebuah truk.

Penerapan aturan tersebut berkaitan pula dengan spesifikasi kendaraan truk yang tentu berbeda dengan kendaraan empat roda. Sebab, seperti dijelaskan pada UU yang sama pada Pasal 80, SIM B1 berlaku dalam mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. Adapun SIM B2 untuk bobot di atasnya. Artinya butuh keahlian khusus untuk bisa mengendalikan kendaraan dengan spesifikasi tersebut.

Lantas bagaimana jika yang terjadi seperti pada kasus kecelakaan di Gerbang Tol Halim Perdanakusuma, bahwa supir truk ternyata tidak memiliki SIM? Bahkan, tidak memiliki SIM saja, bukan hanya A apalagi B1 dan B2, sanksinya sudah jelas. Sanksi itu tercantum dalam Pasal 281 UU yang sama, yakni pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000.

Belum berhenti di sana, adanya kejadian yang melibatkan banyak pengguna jalan lain membuat sanksi pun berlipat-lipat. Pada pasal 234 ayat 1 dan 2 pada UU yang sama, kerugian yang diakibatkan kelalaian pengemudi bisa dibebankan ke pengemudi, pemilik, dan atau perusahaan angkutan umum.

Lebih jauh lagi, ayat 1 pasal tersebut mengatur soal kerugian yang dialami oleh penumpang atau pihak ketiga, yakni orang yang berada di luar kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan.Sanksi demi sanksi oleh karenanya tidak hanya mengenai pengemudi atau supir truk, tetapi juga pemilik kendaraan atau bisa berarti pula perusahaan. Belajar dari kasus ini, maka bisa diperhatikan betapa pentingnya untuk tidak mengabaikan kepemilikan SIM B bagi pengemudi atau supir truk.



 
©Isuzu Astra Motor Indonesia, 2023 | Website Policy and Disclaimer